Anak merupakan sumber
kebahagiaan dalam hidup. Sebuah keluarga yang jauh dari suara tawa dan tangisan
anak-anak, terasa sepi, mencekam dan kaku. Tidak jarang hubungan pasutri
menjadi hambar, pemicunya adalah karena buah hati yang didamba tak kunjung
datang menghampiri keluarga.
Selain itu, Anak adalah penyambung amal shalih setelah kepergian kita ke alam
baqa. Ia merupakan tali cinta dalam sebuah keluarga. Keberadaannya di hati ini
tak tergantikan oleh kekayaan dunia seberapa pun besarnya. Ia merupakan
investasi paling berharga dalam hidup kita.
Namun, saudaraku...
Jika kita memiliki anak-anak yang rapuh dalam kepribadian. Berperangai buruk.
Berakhlak tercela. Memiliki iman yang ringkih dan yang senada dengan itu. Maka
mereka bisa menghitamkan wajah kita. Mencoreng nama baik keluarga kita. Dan
tentunya bisa menjadi investasi neraka bagi kita di akhirat sana.
Untuk itu, kita perlu mendidik dan mengarahkan mereka. Agar mereka senantiasa
berada di atas jalan hidayah. Menapaki tangga-tangga kebahagiaan yang hakiki
serta terhindar dari jalan yang sesat dan menyimpang. Di mana tujuan akhir dari
pendidikan yang kita garap adalah menyelamatkan anak-anak kita dari siksa
neraka. “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
siksa api neraka.” At tahrim: 6.
Mendidik anak tak semudah membalikan telapak tangan. Banyak pengorbanan yang
harus kita keluarkan. Berkorban harta, waktu, tenaga, potensi yang kita miliki
dan tak jarang kita mengorbankan perasaan kita.
Terkait dengan pendidikan anak, dalam buku “Hakadza Allamatnil Hayaah”, sang
penulis berbagi pengalamannya dengan kita. Berikut petikannya :
Jauhkan anak-anak kita dari teman pergaulan yang rapuh
kepribadiannya seperti kita menjauhkannya dari penyakit berbahaya. Kita mulai
prinsip ini dari masa kecilnya. Jika tidak, maka kita seolah-olah membiarkan
anak kita terserang penyakit kronis, sehingga tiba masanya obat penawar tak
lagi memberikan manfaat baginya.
Keras dalam mendidik anak, akan membawanya pada sifat
durhaka. Berlebih-lebihan dalam memanjakan anak, akan menyeretnya pada perilaku
menyimpang. Anak yang tumbuh dalam didikan keras dan terlalu dimanja akan
melahirkan perilaku kriminal.
Anak itu seperti mahar. Jika kita memberi setiap apa yang
diminta, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang keras kepala, sulit diarahkan.
Jika kita tolak semua permintaannya, maka ia akan menjadi anak yang buruk
perangainya, membenci semua orang yang ada di sekitarnya. Jadilah kita orang
yang bijak dalam memberi dan membatasi keinginan anak. Jangan sekali-kali kita memanjakannya
berlebihan atas nama cinta, karena hal itu bisa merenggut kebahagiaan kita dan
kebahagiaannya.
Banyak orang tua yang lebih menyukai anak laki-laki daripada
anak perempuan. Padahal pengalaman mengajarkan; anak perempuan lebih banyak
mendatangkan kebahagiaan daripada anak laki-laki.
Biasakan anak-anak kita hidup mandiri walaupun kita hidup
dalam kecukupan. Dan jika ia telah mampu membuka kran-kran rezki, tanpa
diimbangi dengan semangat menuntut ilmu pengetahuan, waspadalah! Jika kita
tetap memanjakannya dengan memberinya makan di meja makan kita. Atau memberinya
tempat tinggal di rumah kita. Atau memenuhi kebutuhannya dari saku kita. Maka
berarti kita telah membunuh ruh perjuangannya dalam menjalani kehidupan.
Pengalaman hidup telah membuktikan hal itu.
Seorang anak yang putus asa karena tak mendapatkan curahan
kasih sayang orang tua, maka ia akan tumbuh menjadi anak durhaka. Tapi jika ia
terlalu kenyang mendapat curahan kasih sayang, maka ia akan tumbuh menjadi anak
pemalas. Sebaik-baik orang tua adalah orang yang tak menghalangi anak
keturunannya mendapat kasih sayangnya dan tidak pula menjadikan anak bersandar
pada kebaikan orang tua (tak mandiri).
Teramat keras dalam mendidik anak, maka ia akan memutus tali
hubungan dengan kita. Terlalu lemah dalam mendidik (memanjakannya berlebihan),
berarti kita telah memutuskan tali-nya dari kita. Hendaknya kita bijak dalam
mendidiknya (di antara keduanya), karena jika tidak maka akan terlepaslah tali
kekang itu dari tangan kita.
Membiasakan anak untuk merasakan beban tanggung jawab dalam
menjalani hidup, maka hal itu lebih baik daripada kita membiarkannya tenggelam
dalam kenikmatan hidup, bertumpu pada orang tua.
Jangan sampai kita meninggalkan harta kekayaan kita kepada
anak-anak yang rusak akhlaknya. Karena sesungguhnya mereka akan menghabiskan
harta kita dalam sehari, padahal kita telah mengumpulkannya bertahun-tahun
lamanya. Lalu mereka mencoreng nama baik kita, melukai kemuliaan keluarga kita
serta memberatkan urusan kita kepada Zat yang Maha cepat hisab-Nya.
Anak yang sholih akan selalu mendo’akan kebaikan buat kita.
Karenanya manusia akan mengenang kebaikan kita lantaran kita mampu mendidiknya.
Setelah kita menghadap-Nya, maka anak-lah yang akan menyambung kebaikan untuk kita
atau sebaliknya menghadirkan keburukan untuk kita. Anak-anak adalah bagian dari
hati kita. Apakah kita ingin hal yang buruk menggerogoti hati kita, yang
menyebabkan hati kita sakit dan terluka? Atau kita menginginkan hati kita
selalu sehat wal afiat?
Sekiranya setiap orang tua (baca; ayah) mengkhususkan waktu
tertentu dalam setiap hari untuk menemani anaknya, tentulah para orang tua
tidak banyak merasa lelah dalam mendidik anak-anaknya.
Orang tua yang tak memiliki pengetahuan, merasa senang
dengan tampilan lahir anaknya yang tampan atau cantik. Meskipun akhlaknya
kurang terpuji. Sedangkan orang tua yang cerdas, gembira dengan keindahan
akhlak anaknya, walaupun anaknya tak memiliki ketampanan wajah atau berparas
menarik.
Orang tua yang besar adalah orang yang berusaha sekuat
tenaga menjadikan anaknya lebih besar darinya. Orang tua yang cerdas berupaya
menjadikan anaknya seperti dirinya. Tidak terbayang, jika ada orang tua yang
menginginkan anaknya lebih kecil darinya.
Orang tua akan berbahagia dengan kelahiran anaknya. Namun
kebahagiaan itu sirna manakala menyaksikan anaknya tumbuh menjadi anak yang
berperangai kurang terpuji. Siapa yang mampu menyandingkan dua kebahagiaan
yakni; kelahiran dan pertumbuhan anak shalih, maka ia seolah-olah telah meraih
kebahagiaan dengan dua kelahiran sekaligus.
Saat kita meninggalkan anak yang shalih, maka kita seperti
terlahir kembali setelah kita wafat. Sebaliknya saat kita meninggalkan anak
yang rapuh kepribadiannya, maka seolah-olah kita meninggal dunia dua kali.
Orang tua tidak akan pernah lupa, beratnya mendidik anaknya,
terkecuali jika ia melihat anaknya berbakti dan istiqamah di atas jalan
ketaatan. Dan orang tua tak akan pernah dihinggapi penyesalan atas kelahiran
anak dan kesusahannya dalam mendidiknya, terkecuali jika ia menyaksikan anaknya
durhaka dan menyimpang dari jalan yang lurus.
Medan perjuangan orang tua adalah medan pendidikan anak.
Karena mendidik anak lebih sulit daripada jihadnya para pahlawan di medan
perang.
Salah satu kendala orang tua dalam mendidik anak adalah usia
yang telah uzur sementara anak-anak masih belia. Maka bersegeralah kita menikah
di usia dini, mengakhiri masa lajang setelah kita berstatus mampu.
Kepada Allah kita mengadu, dengan kesungguhan yang telah
kita kerahkan dalam mendidik anak-anak kita di rumah. Kita titipkan mereka
kepada Allah, agar Dia menjaga mereka di madrasah dan lingkungan tempat mereka
bergaul.
Anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Di antara fitrahnya
adalah bahwa ia suka meniru hal-hal yang dilihatnya. Dan yang paling disukainya
adalah ia bisa meniru perilaku ayah dan ibunya. Bukankah ia senantiasa
memperhatikan kita saat berdekatan dengan kita atau ibunya? Bukankah ia
senantiasa memperhatikan kita bagaimana kita berinteraksi dengan dia dan manusia
di sekeliling kita?
Siapa yang membawa keburukan ke dalam rumahnya, berarti ia
telah mengundang anak dan istrinya berpartisipasi dalam keburukan tersebut,
meskipun ia beranggapan bahwa ia telah menghilangkan jejaknya itu dari mereka.
Pernah terjadi dialog antara seorang ayah dan anaknya yang
sama-sama buruk perangainya. Sang ayah berkata kepada anaknya, “Tidakkah kamu
malu denganku? Kamu berlaku buruk kepadaku padahal aku telah mendidikmu?.” Sang
anak menjawab, “Seharusnya engkau lebih malu kepada Tuhan-mu. Engkau telah
berbuat buruk terhadap-Nya padahal Dia telah menciptakanmu dan mengucurkan
berbagai nikmat kepadamu.” Ayahnya berkata, “Akan tetapi Tuhanku Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” Sang anak berkata, “Seharusnya, itu yang aku dapatkan darimu.
Engkau memaafkan kesalahanku dan menyayangiku.” Sang ayah berkata, “Namun,
rahmat Allah akan memasukkan aku ke dalam surga, sedangkan rahmatku untukmu
akan memasukkanmu ke dalam neraka.” Sang anak berkata, “Sekiranya engkau
memperhatikan pendidikanku sejak kecil, tentulah aku mencukupkan rahmat-Nya
untukku dan tak membutuhkan rahmatmu.” Sang ayah berkata, “Maukah kamu
mentaatiku?.” Sang anak berkata, “Mustahil! Sebelum engkau kembali mentaati
Allah Swt.” Sang ayah berkata, “Bukankah kamu tidak menghormatiku selaku orang
tua di hadapan manusia?.” Sang anak berkata, “Kedua tanganmu berbisa dan
mulutmu berbusa.”
Seorang anak sejak lahir membawa tabiat tertentu. Kedua
orang tua tak mampu merubah tabiat pada anaknya. Hanya saja keduanya mampu
untuk memperhalusnya. Adapun akhlak budi pekerti anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan pendidikannya. Dari sini, hendaknya orang tua menjalankan
perannya yang vital untuk membahagiakannya atau sebaliknya malah
menyengsarakannya.
Anak laki-laki lebih banyak terwarnai ayahnya. Sedangkan
anak perempuan banyak dipengaruhi ibunya. Para ibu yang tak terdidik akan
mendidik anak-anak perempuannya dengan jalan; melontarkan celaan dan memberikan
kutukan kematian dan kebinasaan. Para ayah yang sempit pengetahuannya, mendidik
anak laki-laki mereka dengan cara memukul dan merendahkannya.
※ Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin
¤ Salam sayang buat isteri &
anak tercinta :
‘Siti Nurjanah &
Rachmad Hidayatullah’