Minggu, 29 Maret 2015

✿ 3 Hal Yang Wajib Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga.


[Seputar Kehidupan Rumah Tangga]

✿ 3 Hal Yang Wajib Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga.

Pertengkaran dalam rumah tangga, hampir pernah terjadi dalam semua keluarga. Tak terkecuali keluarga yang anggotanya orang baik sekalipun. Dulu keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma, juga pernah mengalami semacam ini.

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha, dan beliau tidak melihat Ali di rumah. Spontan beliau bertanya : “Di mana anak pamanmu?” ‘Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku.’


Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali. ‘Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.’ Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid, dan ketika itu Ali sedang tidur, sementara baju atasannya jatuh di sampingnya, dan dia terkena debu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap debu itu, sambil mengatakan :

“Bangun, wahai Abu Thurab… bangun, wahai Abu Thurab…” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)

Tentu tidak ada apa-apanya ketika keluarga kita dibandingkan dengan keluarga Ali dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma. Meskipun demikian, pertengkaranpun kadang terjadi diantara mereka. Sebagaimana semacam ini juga terjadi di keluarga kita. Hanya saja, pertengkaran yang terjadi di keluarga yang baik sangat berbeda dengan pertengkaran yang terjadi di keluarga yang tidak baik.

Apa Bedanya?

Keluarga yang tidak baik, mereka bertengkar tanpa aturan. Satu sama lain saling menguasi dan saling mendzalimi. Setitikpun tidak ada upaya untuk mencari solusi. Yang penting aku menang, yang penting aku mendapat hakku. Tak jarang pertengkaran semacam ini sampai menui caci-maki, KDRT, atau bahkan pembunuhan.

Berbeda dengan keluarga yang baik, sekalipun mereka bertengkar, pertengkaran mereka dilakukan tanpa melanggar aturan. Sekalipun mereka saling sakit hati, mereka tetap menjaga jangan sampai mendzalimi pasangannya. Dan mereka berusaha untuk menemukan solusinya dari pertengkaran ini. Umumnya sifat semacam ini ada pada keluarga yang lemah lembut, memahami aturan syariat dalam fikih keluarga, dan sadar akan hak dan kewajiban masing-masing.

Semua Jadi Pahala.

Apapun kesedihan yang sedang kita alami, perlu kita pahami bahwa itu sejatinya bagian dari ujian hidup. Sebagai orang beriman, jadikan itu kesempatan untuk mendulang pahala.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

Pahami bahwa bisa jadi pertengkaran ini disebabkan dosa yang pernah kita lakukan. Kemudian Allah memberikan hukuman batin dalam bentuk masalah keluarga. Di saat itu, hadirkan perasaan bahwa Allah akan menggugurkan dosa-dosa anda dengan kesedian yang anda alami… lanjutkan dengan bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya. Umar bin Abdul Aziz mengatakan :
“Musibah turun disebabkan dosa dan musibah diangkat dengan sebab taubat.” (Majmu’ Fatawa, 8/163)

3 Hal Yang Harus Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga.

Selanjutnya, ada 3 hal yang wajib dihindari ketika terjadi pertengakaran. Semoga dengan menghindari hal ini, pertengkaran dalam keluarga muslim tidak berujung pada masalah yang lebih parah. Secara umum, aturan ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadis dari Hakim bin Muawiyah Al-Qusyairi, dari ayahnya, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban suami kepada istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kamu makan, kamu harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kamu menjelekannya, dan jangan kamu melakukan boikot kecuali di rumah.” (HR. Ahmad 20011, Abu Daud 2142 dan dishahihkan Al-Albani).

Hadis ini merupakan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para suami. Meskipun demikian, beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis ini juga berlaku bagi wanita. Dari hadis mulia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan untuk menghindari 3 hal :

Pertama, hindari KDRT.

Dalam Al-Quran Allah membolehkan seorang suami untuk memukul istrinya ketika sang istri membangkang. Sebagaimana firman Allah di surat An-Nisa :

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan tidak tunduk, nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya...” (QS. An-Nisa: 34)

Namun ini izin ini tidak berlaku secara mutlak. Sehingga suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batasan lain tentang izin memukul,
1. Tidak boleh di daerah kepala, sebagaimana sabda beliau, “jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah adalah semua kepala. Karena kepala manusia adalah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi pusat indera manusia.
2. Tidak boleh menyakitkan.
Batasan ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khutbah beliau ketika di Arafah.
“Jika istri kalian melakukan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan.” (HR. Muslim 1218)

Keterangan ini juga disebutkan Al-Bukhari dalam shahihnya, ketika beliau menjelaskan firman Allah di surat An-Nisa : 34 di atas.
Atha’ bin Abi Rabah pernah bertanya kepada Ibnu Abbas,
Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa maksud pukulan yang tidak menyakititkan?’ Beliau menjawab, “Pukulan dengan kayu siwak (sikat gigi) atau semacamnya.” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 8/314).

Termasuk makna pukulan yang tidak menyakitkan adalah pukulan yang tidak meninggalkan bekas, seperti memar, atau bahkan menimbulkan luka dan mengeluarkan darah. Karena sejatinya, pukulan itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi pukulan itu dalam rangka mendidik istri.

Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena wanita yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Anda bisa bayangkan, ketika ada orang yang sangat kuat, mendapatkan lawan yang lemah. Tentu bukan sebuah kehormatan bagi dia untuk meladeninya. Karena itu, lawan bagi suami yang sesunguhnya adalah emosinya. Suami yang mampu menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki hebat yang sejatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Orang yang hebat bukahlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang hebat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (HR. Bukhari 6114 dan Muslim 2609).

Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. A’isyah menceritakan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul wanita maupun budak dengan tangan beliau sedikitpun. Padahal beliau berjihad di jalan Allah.” (HR. Muslim 2328).

Maksud pernyataan A’isyah, “Padahal beliau berjihad di jalan Allah” untuk membuktikan bahwa sejatinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang pemberani. Beliau pemberani di hadapan musuh, bukan pemberani di hadapan orang lemah. Beliau tidak memukul wanita atau orang lemah di sekitarnya. Karena memukul orang lemah bukan bagian dari sifat ‘pemberani’.

Kedua, Hindari Caci-maki.

Siapapun kita, tidak akan bersedia ketika dicaci maki. Karena itulah, syariat hanya membolehkan hal ini dalam satu keadaan, yaitu ketika seseorang didzalimi. Syariat membolehkan orang yang didzalimi itu untuk membalas kedzalimannya dalam bentuk cacian atau makian. Allah berfirman :

“Allah tidak menyukai Ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.” (QS. An-Nisa : Ayat 148).

Setidaknya, ketika dia tidak mampu memberi balasan secara fisik, dia mampu membalas dengan melukai hati orang yang mendzaliminya.

Dalam ikatan rumah tangga, syariat memotivasi kaum muslimin untuk menciptakan suasana harmonis. Sehingga sampaipun terjadi masalah, balasan dalam bentuk caci maki harus dihindarkan. Karena kalimat cacian dan makian akan menancap dalam hati, dan bisa jadi akan sangat membekas. Sehingga akan sangat sulit untuk bisa mengobatinya. Jika semacam ini terjadi, sulit untuk membangun keluarga yang sakinah.

Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan jangan sampai seseorang mencaci pasangannya. Apalagi membawa-bawa nama keluarga atau orang tua, yang umumnya bukan bagian dari masalah.
Beliau bersabda, “jangan kamu menjelekannya
Dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan :

“Jangan kamu ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).

Perlu kita ingat bahwa cacian dan makian kepada pasangan yang dilontarkan tanpa sebab, termasuk menyakiti orang mukmin atau mukminah yang dikecam dalam Al-Qur’an. Allah berfirman :

“Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : Ayat 58)

Marah kepada suami atau marah kepada istri, bukan alasan pembenar untuk mencaci orang tuanya. Terlebih ketika mereka sama sekali tidak bersalah. Allah sebut tindakan semacam ini sebagai dosa yang nyata.

Ketiga, Jaga Rahasia Keluarga.

Bagian ini penting untuk kita perhatikan. Hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah keluarganya, jadikan masalah keluarga sebagai rahasia anda berdua. Karena ketika masalah itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih mudah untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,

 “jangan kamu boikot istrimu kecuali di rumah”

Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri karena masalah tertentu, jangan sampai boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang. Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah. Kecuali jika anda melaporkan kepada pihak yang berwenang, dalam rangka dilakukan perbaikan.

Siapakah pihak yang berwenang?

Pihak yang posisinya bisa mengendalikan dan memberi solusi atas masalah keluarga. Dalam hal ini bisa KUA, hakim, ustadz yang amanah, atau mertua. Kami sebut mertua, karena dia berwenang untuk mengendalikan putra-putrinya. Dan ini tidak berlaku sebaliknya.

Agar tidak salah paham, berikut keterangan lebih rinci :
Ketika suami melakukan kesalahan, tidak selayaknya sang istri melaporkan kesalahan suami ini kepada orang tua istri. Tapi hendaknya dilaporkan kepada orang yang mampu mengendalikan suami, misalnya tokoh agama yang disegani suami atau orang tua suami. Demikian pula ketika sumber masalah adalah istri. Hendaknya suami tidak melaporkannya kepada orang tuanya, tapi dia laporkan ke mertuanya (ortu istri).
Solusi ini baru diambil ketika masalah itu tidak memungkinkan untuk diselesaikan sendiri antara suami-istri.

Hindari Pemicu Adu Domba

Bagian ini perlu kita hati-hati. Ketika seorang istri memiliki masalah dengan suaminya, kemudian dia ceritakan kepada orang tua istri, muncullah rasa kasihan dari orang tuanya. Namun tidak sampai di sini, orang tua istri dan suami akhirnya menjadi bermusuhan. Orang tua istri merasa harga dirinya dilecehkan karena putrinya didzalimi anak orang lain, sementara suami menganggap mertuanya terlalu ikut campur urusan keluarganya. Bukannya solusi yang dia dapatkan, namun masalah baru yang justru lebih parah dibandingkan sebelumnya.

Selanjutnya, jadilah keluarga yang bijak, yang terbuka dengan pasangannya, karena ini akan memperkecil timbulnya dugaan buruk (suudzan) antar sesama. Jika anda tidak memungkinkan menyampaikan secara langsung, sampaikan dalam bentuk email, atau sms. Semoga bermanfaat…

Allahu a’lam

Oleh : ustadz Ammi Nur Baits.



Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin.


¤ Salam sayang buat isteri & anak tercinta :
‘Siti Nurjanah & Rachmad Hidayatullah’


Kamis, 26 Maret 2015

✿ 10 Cobaan Dalam Kehidupan Rumah Tangga.


[Seputar Kehidupan Rumah Tangga]
✿ 10 Cobaan Dalam Kehidupan.

Menikah memang membahagiakan. Namun pasti ada masa sulit yang akan dihadapi oleh pasangan suami istri. Kapan saja? Simak selengkapnya seperti yang dilansir dari Red Book Magazine berikut ini.

1). Bertengkar tanpa alasan.
Terkadang, permasalahan di luar kehidupan rumah tangga terbawa dan mengganggu pikiran Anda. Sehingga muncul pertengkaran secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Jika hal ini terjadi, segera selesaikan masalah sebelum semuanya bertambah parah.


2). Masalah keuangan.
Uang memang bukan segalanya, tetapi jika mau berpikir realistis, banyak hal yang dibutuhkan pasangan suami istri yang memerlukan uang. Jadi pastikan Anda maupun pasangan mengatur keuangan sebaik mungkin bersama-sama secara adil. 


3). Bertemu keluarga besar.
Setelah menikah, Anda pasti akan bertemu dengan keluarga besar pasangan. Pada awalnya memang sulit bersosialisasi dengan mereka. Namun jangan pasif dan cobalah bersikap ramah. Lagipula, keluarga pasangan adalah keluarga Anda juga. 

4). Menyambut kehadiran anak.
Tidak ada buku panduan untuk menjadi orang tua. Maka dari itu, menyambut kehadiran anak juga termasuk salah satu masa sulit dalam kehidupan rumah tangga. Lakukan yang terbaik dan jangan ragu meminta saran dari orang tua Anda. 

5). Anak tumbuh dewasa.
Setua apapun usia buah hati, orang tua pasti akan selalu menganggap mereka sebagai anak-anak. Hal inilah yang sering menjadi sumber konflik orang tua dan anak. Jadi cobalah untuk mengerti posisi anak seiring dengan bertambahnya usia mereka. 

6). Masalah seks.
Masa sulit dalam kehidupan rumah tangga berikutnya adalah ketika pasangan menghadapi masalah seks. Misalnya menurunnya libido atau gairah bercinta. Masalah ini bisa diatasi sendiri atau berkonsultasi dengan ahli terapi seks. 

7). Mengambil Keputusan Besar.
Entah menerima pekerjaan baru di luar kota atau rencana memiliki anak lagi, pasangan terkadang juga bertengkar soal pengambilan keputusan besar. Cobalah untuk menemukan jalan keluar terbaik dan dibicarakan bersama-sama dengan pasangan. 

8). Kebosanan.
Rasa cinta tidak selamanya bisa membara. Terkadang ada perasaan jenuh maupun bosan. Sebenarnya hal itu wajar. Namun Anda juga perlu mengatasinya dengan mencoba hal baru atau berkonsultasi dengan ahlinya agar hubungan pernikahan tidak hancur sia-sia. 

9). Tragedi menyedihkan.
Selain berkah, terkadang musibah juga menghampiri kehidupan rumah tangga. Misalnya berita duka dari keluarga. Rasa kehilangan bisa sangat menyakitkan. Jadi Anda harus saling memberi dukungan di masa-masa sulit seperti ini. 

10). Menjadi tua.
Beberapa pasangan ternyata juga khawatir tentang usia mereka. Mereka takut tidak bisa menyaksikan anak meraih impiannya. Jika Anda juga begitu, sebaiknya tidak perlu terlalu cemas. Cukup lakukan yang terbaik saat ini, masa depan ada di tangan Tuhan. Itulah berbagai masa sulit dalam kehidupan rumah tangga.

Apakah Anda juga mengalaminya?



Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin.


¤ Salam sayang buat isteri tercinta :
‘Siti Nurjanah’


✿ Arti Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah.



[Seputar Kehidupan Rumah Tangga]
               ✿ Arti Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah.

Selama ini kita sering mendengar ucapan seperti “semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah”, namun kebanyakan orang belum tahu arti dari sakinah, mawaddah, wa rahmah tersebut. Dalam tulisan ini akan dicoba untuk menjelaskan pengertian sakinah, mawaddah, wa rahmah.


Ketiga istilah ini dapat kita temui dalam firman Allah :
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum [30] : Ayat 21)

SAKINAH :

Dalam Tafsirnya Al-Alusi menyatakan sakinah adalah merasa cenderung (muyul) kepada pasangan. Kecenderungan ini satu hal yang wajar karena seseorang pasti akan cenderung terhadap dirinya. Padahal menurut imam Ibnu Katsir wanita (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang sebelah kiri. Allah SWT juga telah menegaskan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan pada wanita. Allah berfirman :
Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, (QS. Ali ‘Imran [3] : Ayat 14)

Apabila kecenderungan ini disalurkan sesuai dengan aturan Islam maka yang tercapai adalah ketentraman dan ketenangan. Karena makna lain dari sakinah adalah ketenangan sebagaimana firman Allah :
Artinya : Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. Al-Fath : Ayat 4).

Demikian pula firman Allah SWT :
Artinya : Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al-Fath : Ayat 18).

Ketenangan dan ketentraman inilah yang menjadi salah satu tujuan pernikahan. Karena pernikahan adalah sarana efektif untuk menjaga kesucian hati dan terhindar dari perzinahan. Nabi saw bersabda :
Artinya : “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Karena pernikahan dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan.” (Muttafaq ’alayhi dari jalur Abdullâh ibn Mas’ûd).

MAWADDAH DAN RAHMAH :

Mengenai pengertian mawaddah menurut Imam Ibnu Katsir adalah al mahabbah (rasa cinta) sedangkan ar rahmah adalah ar-ra’fah (kasih sayang). Dalam tafsir al Alusi penulis mengutip pendapat Hasan, Mujahid dan Ikrimah yang menyatakan mawaddah adalah makna kinayah dari nikah yaitu jima’ sebagai konsekuensi dari pernikahan. Sedangkan ar rahmah adalah makna kinayah dari keturunan yaitu terlahirnya keturunan dari hasil pernikahan. Masih dalam tafsir al Alusi ada juga yang mengatakan bahwa mawaddah berlaku bagi orang yang masih muda sedangkan ar-rahmah bagi orang yang sudah tua.

Implementasi dari mawaddah wa rahmah ini adalah sikap saling menjaga, melindungi, saling membantu, memahami hak dan kewajiban masing-masing antara lain memberikan nafkah bagi laki-laki. Sangat indah perumpamaan yang disebutkan dalam Al Qur’an mengenai interaksi suami-istri. Allah berfirman :
Artinya : Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah [2] : Ayat 187).

Pakainan adalah lambang dari kehormatan dan kemuliaan karena salah satu fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat. Aurat sendiri maknanya adalah sesuatu yang memalukan. Karena memalukan maka harus ditutup. Maka demikianlah seharusnya hubungan suami-istri. Satu sama lain harus saling menutupi kekurangan pasangannya dan bersinergi untuk mempersembahkan yang terbaik.

KESIMPULAN :

Sebagai penutup tulisan singkat ini. Kita harus sadar bahwa pasangan hidup, termasuk kecenderungan/ ketenangan (as sakiinah), rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (ar rahmah) adalah sebagian dari banyak nikmat yang Allah berikan kepada hamba-hambanya khususnnya hambanya yang beriman. Perhatikanlah redaksi ayat pada surah ar rum diatas : “Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri” dan “dijadikan-Nya diantaramu rasa sinta dan kasih sayang” dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dirinyalah yang memberikan itu semua kepada hamba-hambanya. Wabil khusus ar-rahmah adalah bentukan (Musytaq) dari salah satu sifat dan Asma Allah yaitu rahima. Demikian pula ar-ra’fah yang merupakan salah salah satu asma dan sifat Allah ar-rauuf (yang Maha kasih).


Untuk apa semua ini? Tidak lain agar manusia berfikir “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Setelah itu beiman, beramal dan bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan yang seandainya kita hitung nikmat tersebut dengan alat hitung secangggih apapun kita pasti takkan mampu menghitunnya. Allahummaghfir lana, Allahummaj’alna ‘ibadaka shalihin wa syakiriin. Amiin.



Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin



Salam sayang untuk istri :
'Siti Nurjanah'


Text Widget

Sample Text

Total Tayangan ★ ☆ ★ ☆

Share To :

Crusor Ungu :

 
;