[Seputar Kehidupan Rumah Tangga]
✿ Pengertian dan Konsekuensi Rumah Tangga Islami.
Akhir-akhir
ini kian banyak buku yang membicarakan rumah tangga islami. Seminar dan diskusi
tentang hal ini di berbagai kota pun tak pernah sepi dari peserta. Alhamdulilah, hal ini menunjukkan
bahwa kesadaran akan kebutuhan membentuk rumah tangga islami itu semakin luas
di tengah masyarakat.
Di
sisi lain, kita melihat kenyataan masyarakat, betapa banyak keluarga muslim
tidak menampakkan kehidupan yang islami. Berbagai sarana kemaksiatan dibiarkan
bebas digunakan tanpa kendali. Berbagai perhiasan mubazir dipajang sebagai
pelengkap keindahan rumah. Lebih parah lagi, masing-masing anggota keluarga
tidak menetapi adab islami, lantaran ketidaktahuan atau lebih tepatnya
ketidakmautahuan dengan hal itu.
Wajar
jika kemudian timbul pertanyaan kritis, “Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
rumah tangga islami itu? Bagaimana indikasinya? Apakah tolak ukurnya? Apakah
rumah tangga yang disebut islami itu hanya apabila di dalamnya bersemayam
anggota keluarga yang semua beragama Islam? Apakah lantaran rumahnya berhiaskan
stiker dan gambar-gambar yang bernuansa Islam? Atau karena sang suami berkopiah
dan istrinya berkerudung?”
Pengertian
Rumah Tangga Islami.
Menurut
Ensiklopedia Nasional jilid ke-14, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat
tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Kata ini melingkup segala bentuk
tempat tinggal manusia dari istana sampai pondok yang paling sederhana.
Sementara rumah tangga memiliki
pengertian tempat tinggal beserta
penghuninya dan apa-apa yang ada di dalamnya.
Secara
bahasa, kata rumah (al bait) dalam Al Qamus Al Muhith bermakna
kemuliaan; istana; keluarga seseorang;
kasur untuk tidur, bisa pula bermakna menikahkan, atau bermakna orang yang
mulia. Dari makna bahasa tersebut, rumah memiliki konotasi tempat kemuliaan, sebuah istana, adanya
suasana kekeluargaan, kasur untuk tidur, dan aktivitas pernikahan. Sehingga
rumah tidak hanya bermakna tempat tinggal, tetapi juga bermakna penghuni dan
suasana.
Rumah
tangga islami bukan sekedar berdiri di atas kenyataan kemusliman seluruh
anggota keluarga. Bukan juga karena seringnya terdengar lantunan ayat-ayat Al
Qur’an dari rumah itu, bukan pula sekedar karena anak-anaknya disekolahkan ke
masjid waktu sore hari.
Rumah tangga
islami
adalah rumah tangga yang di dalamnya
ditegakkan adab-adab islami, baik yang menyangkut individu maupun keseluruhan
anggota rumah tangga. Rumah tangga islami adalah sebuah rumah tangga yang
didirikan di atas landasan ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena Allah,
saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, karena kecintaan mereka kepada
Allah.
Rumah tangga
islami
adalah rumah tangga teladan yang menjadi
teladan yang menjadi panutan dan dambaan umat. Mereka betah tinggal di dalamnya
karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Mereka berkhimat kepada Allah Swt.
Dalam suka maupun duka, dalam keadaan senggang maupun sempit.
Rumah tangga
islami
adalah rumah yang di dalamnya
terdapat sakinah,
mawadah,dan rahmah (perasaan
tenang, cinta dan kasih sayang). Perasaan itu senantiasa melingkupi suasana
rumah setiap harinya. Seluruh anggota keluarga merasakan suasana “surga” di
dalamnya. Baiti
jannati, demikian slogan mereka sebagaimana diajarkan oleh
Rasulullah saw. Subhanalah!
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar Ruum : 21)
Hal
itu terjadi karena Islam telah mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik
yang berskala individu maupun kelompok, hubungan antarindividu, antarkelompok
masyarakat, bahkan antarnegara. Demikian pula, dalam keluarga terdapat
peraturan-peraturan, baik yang rinci maupun global, yang mengatur hubungan
individu maupun keseluruhannya sebagai satu kesatuan.
Inilah
ciri khas rumah tangga islami. Mereka berserikat dalam rumah tangga itu untuk
berkhidmat pada aturan Allah swt. Mereka bergaul dan bekerja sama di dalamnya
untuk saling menguatkan dalam beribadah kepada-Nya.
Konsekuensi-
konsekuensi Rumah Tangga Islami.
Dari
pengertian di atas, rumah tangga islami ternyata memiliki banyak konsekuensi.
Paling tidak, ada enam konsekuensi dasar yang menjadi landasan bagi tegaknya
rumah tangga islami, yakni :
1). Didirikan
di atas landasan ibadah.
Rumah
tangga islami harus didirIkan dalam rangka beribadah kepada Allah semata.
Artinya, sejak proses memilih jodoh, landasannya haruslah benar. Memilih
pasangan hidup haruslah karena kebaikan agamanya, bukan sekedar karena
kecantikan, harta, maupun keturunannya.
Prosesi
pernikahannya pun sejak akad nikah hingga walimah tetap dalam rangka ibadah,
dan jauh dari kemaksiatan. Sampai akhirnya, mereka menempuh bahtera kehidupan
dalam suasana ta’abudiyah (peribadahan)
yang jauh dari dominasi hawa nafsu. ”Dan Aku
tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyat : Ayat 56)
Ketundukan
sejak langkah-langkah awal mendirikan rumah tangga setidaknya menjadi pemacu
untuk tetap tunduk dalam langkah-langkah selanjutnya. Kelak, jika terjadi
permasalahan dalam rumah tangga, mereka akan mudah menyelesaikan, karena semua
telah tunduk kepada peraturan Allah dan Rasul-Nya.
2). Terjadi
internalisasi nilai-nilai islam secara kaffah.
Internalisasi
nilai-nilai Islam secara kaffah (menyeluruh) harus terjadi dalam diri setiap anggota
keluarga, sehingga mereka senantiasa komit terhadap adab-adab islami. Di
sinilah peran keluarga sebagai benteng terkuat dan filter terbaik di era
globalisasi yang mau tak mau harus dihadapi kaum muslimin.
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya, dan
janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh
yang nyata bagi kalian.” (QS. Al
Baqarah : Ayat 208)
Untuk
itu, rumah tangga islami dituntut untuk menyediakan sarana-sarana tarbiyah
islamiyah yang memadai, agar proses belajar, menyerap nilai dan ilmu, sampai
akhirnya aplikasi dalam kehidupan sehari-sehari bisa diwujudkan. Internalisasi
nilai-nilai Islam ini harus berjalan secara terus-menerus, bertahap dan
berkesinambungan. Tanpa hal ini, adab-adab Islam tak akan ditegakkan.
3).
Terdapat qudwah yang
nyata.
Diperlukan qudwah (keteladanan) yang nyata dari
sekumpulan adab Islam yang hendak diterapkan. Orang tua memiliki posisi dan
peran yang sangat penting dalam hal ini. Sebelum memerintahkan kebaikan atau
melarang kemungkaran kepada anggota keluarga yang lain, pertama kali orang tua
memberikan keteladanan.
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa
yang tiada kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaff : Ayat 3-4)
Keteladanan
semacam ini amat diperlukan, sebab proses interaksi anak-anak dengan orang
tuanya dalam keluarga amat dekat. Anak-anak akan langsung mengetahui kondisi
ideal yang diharapkan. Di sisi lain, pada saat anak-anak masih belum dewasa,
proses penyerapan nilai lebih tertekankan pada apa yang mereka lihat dan dengar
dalam kehidupan sehari-hari. Tak banyak manfaatnya orang tua menyuruh anak-anak
rajin menegakkan sholat tepat waktunya, sementara ia sendiri selalu asyik
melihat acara televisi saat adzan maghrib atau isya’.
4). Penempatan
posisi masing-masing anggota keluarga harus sesuai dengan syari’at.
Islam
telah memberikan hak dan kewajiban bagi masing-masing anggota keluarga secara
tepat dan manusiawi. Apabila hal ini ditepati, akan mengantarkan mereka pada
kebaikan dunia dan akhirat.
”Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunikan Allah kepada sebagian
kamu, lebih banyak dari yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian
dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah Allah sebagian dari karunia-Nya.” (QS. An Nisa’ : Ayat 32)
Masih
banyak keluarga muslim yang belum bisa berbuat sesuai dengan tuntutan Islam.
Betapa sering kita dengar keluhan keguncangan di sebuah rumah tangga muslim
bermula dari tak terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing. Suami hanya menuntut
haknya dari istri dan anak-anak tanpa mau memenuhi kewajibannya. Demikian juga
dengan istri. Maka bisa diduga, yang terjadi kemudian adalah ketidakharmonisan
suasana.
Masih
banyak pula kita dengar kasus penyimpangan seksual yang dilakukan orang tua maupun
remaja. Sumber bencana itu banyak yang berawal dari ketidakharmonisan dalam
rumah tangga. Fungsi-fungsi tidak berjalan dengan normal, karena katub-katub
curahan perasaan yang tersumbat, dan akhirnya meledak dalam bentuk
penyimpangan-penyimpangan.
5). Terbiasa
tolong-menolong dalam menegakkan adab-adab Islam.
Berkhidmat
dalam kebaikan tidaklah mudah, amat banyak gangguan dan godaannya. Jika semua
anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat, maka ta’awun (tolong-menolong)
dalam kebaikan ini akan lebih mungkin terjadi.
“Dan
tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah : Ayat 2).
Bisa
dibayangkan, betapa sulitnya membentuk suasana islami apabila suasana kerjasama
ini tak terwujud. Salah seorang memiliki kesenangan menonton televisi, hingga
semua acara dilihatnya. Seorang lagi hobi main musik di rumah. Yang lain lagi
lebih banyak keluyuran dan begadang hingga larut malam. Tak ada suasana
tausiyah (saling menasehati) di antara mereka. Lalu bagaimana mereka bisa
merasa sebagai sebuah keluarga muslim?
6). Rumah
harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam.
Rumah
tangga islami adalah rumah yang secara fisik kondusif bagi terlaksananya
peraturan Islam. Adab-adab islam dalam kehidupan rumah tangga akan sulit
diaplikasikan jika struktur bangunan rumah yang dimiliki tiada mendukung. Di
sisi inilah pembahasan tentang rumah tangga islami banyak dilupakan.
Dalam
budaya masyarakat daerah tertentu lantaran permasalahan ekonomi, rumah mereka
hanyalah bangunan segi empat tanpa sekat ruang di dalamnya. Ruang tidur tak
bersekat dengan ruang tamu, dapur, bahkan di desa-desa terpencil dengan kandang
sapi. Tempat tidur mereka hanya berupa ranjang bambu yang panjang dan luas.
Mereka sekeluarga tidur berjajar di atasnya. Tidak ada tempat tidur khusus bagi
kedua orang tua yang terpisah dari anak-anak dan ruang tamu. Tidak ada ruang
khusus bagi anak-anak perempuan yang terpisah dengan anak-anak laki-laki.
Berbagai penyakit ruhani akan mudah didapatkan dalam kondisi semacam itu.
Kenyataan
lain dalam masyarakat modern sekarang, problem perumahan merupakan suatu hal
yang mendesak bagi tiap keluarga. Selain harga tanah yang terus-menerus
bertambah tinggi dari waktu ke waktu, juga kemampuan ekonomi bagi kalangan
menengah ke bawah yang makin tak bisa menjangkau harga perumahan yang bisa
dianggap layak huni. Akibatnya, berbagai kompleks perumahan sederhana, rumah
susun bahkan rumah sangat sederhana, dibangun untuk membantu mengatasi probelm
itu. Ruang-ruang yang amat terbatas dan sempit serta jarak antarrumah yang
hanya berbatas satu tembok merupakan pemandangan yang sudah dianggap biasa.
Berbagai penyakit sosial merupakan ancaman serius dalam kompleks perumahan
semacam itu.
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin.
Salam untuk istri tercinta :
'Siti Nurjanah'